Hari berikutnya, sinar sang fajar
membangunkanku dengan damai. Aku tidak langsung beranjak dari kasur
dan selimut yang telah menjagaku dalam lelap. Belum sepenuhnya
tersadarkan diri, dan belum datang pula semangat untuk bangkit
menjalani aktifitasku. Aku memutar kembali otak dan memoriku, tentang
kejadian semalam yang ada dalam mimpiku. Kucoba untuk
mengingat-ingat, dan menyusun alurnya hingga rapi. Hingga aku dapat
memahaminya.
Perempuan itu lagi, desahku dalam
hati. Tapi ia terlihat berbeda dari pertemuanku kemarin sore.
Perempuan cantik yang seharusnya tersenyum karena hidupnya yang
bahagia, namun ia tampak murung sendiri di kafe kemarin. Kenapa? Aku
pula belum tau jawabannya. Mungkin aku sedikit lega melihatnya dalam
mimpiku kali ini. Ya, aku melihat ia tersenyum dan tertawa, menikmati
senja di taman bersama seorang lelaki yang mencolek pipinya dengan es
krim di genggamannya.
Aku tersenyum tipis mengingat mimpiku
itu. Wanita itu tampak lebih cantik nan mempesona dalam senyumnya.
Namun aku tak tahu seperti apa rupa lelaki yang berhasil membuat
wanita itu bahagia. Hanya punggungnya yang terlihat, berselimut
kemeja hitam. Setelah cukup puas memutar kembali tayangan itu, aku
bergegas mandi untuk pergi ke taman. Siapa tahu mereka masih di sana.
Sesungguhnya ini pikiran bodoh, karena kejadian itu hanya mimpi.
Namun alam bawah sadarku terus meyakinkan dan menuntunku untuk pergi
ke taman.
Sepi. Semua bangku kosong. Hanya
beberapa tukang sapu yang tampak membersihkan daun-daun berguguran.
Aku menggaruk kepalaku yang sesungguhnya tidak gatal, bingung. Ya,
ini masih pagi, karena taman ini akan ramai ketika sang fajar
yang kemerahan di ufuk barat bersiap dengan senjanya. Aku kembali
berjalan mendekati jalan raya untuk menanti bis yang lewat.
Beberapa menit setelah itu, aku
mendapatkannya. Cukup berdesakan oleh mereka yang akan pergi bekerja
namun tak memiliki kendaraan pribadi. Untung saja aku mendapat kursi
kosong dari seseorang yang turun pada saat yang bersamaan. Aku duduk
di pinggir jendela, menatapi jalanan pinggir taman yang terasa
semakin menjauh, dan mengecil. Tiba-tiba aku terkejut, mengernyitkan
dahi dan mengangkat bahuku untuk menoleh jalan yang barusan ku
lewati.
Untung saja bis ini berhenti mematuhi
merahnya traffic light. Sehingga apa yang aku lihat barusan,
dapat sejajar dengan jendela tempatku mengeluarkan kepalaku.
“Hey! Kamu wanita dalam mimpiku!” Suaraku keras, tak mau kalah dengan bisingnya kendaraan sekitar.
Perempuan itu menoleh tanpa kata-kata, kemudian ia menepuk bahu lelaki yang memboncengkannya. Dengan isyarat agar lelaki itu melihatku. Aku pun melihatnya, melihat mereka.
“Hey! Kamu wanita dalam mimpiku!” Suaraku keras, tak mau kalah dengan bisingnya kendaraan sekitar.
Perempuan itu menoleh tanpa kata-kata, kemudian ia menepuk bahu lelaki yang memboncengkannya. Dengan isyarat agar lelaki itu melihatku. Aku pun melihatnya, melihat mereka.
“Siapa lelaki itu? Apa kamu bahagia
bersamanya?” tanyaku berteriak. Aku berharap mendapat jawaban.
Namun lelaki itu membuang muka, kembali menghadap ke jalan. Ia
memainkan gas motornya dengan lantang, dan mengendarai motor hijau
jantan itu pergi ke arah yang berlawanan dengan bisku. Aku terus
memandangnya hingga hilang. Rambut wanita itu lurus terurai,
berkibaran dipermainkan angin. Ia melingkarkan tangannya di pinggang
lelaki berjaket kulit warna hitam. Posturnya tinggi besar. Namun
lagi-lagi aku tak tahu rupanya. Dengan helm full-face yang
dikenakan, ia hanya bisa memperlihatkan sorot matanya yang tajam
dengan sedikit kerutan di dahinya.
LOVE,
Cecelia
Perempuan Dalam Mimpi Episode 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sederhana, tidak sempurna, kesalahan pasti ada. Bagaimana menurutmu?