Perjalanan dari Melbourne ke
Lakemba membutuhkan waktu sekitar sembilan jam. 5.30 PM, bertepatan dengan terbenamnya matahari, Rafa sudah berada di mobil bersama Mr. Robson,
ayahnya.
“Are you fasting?” tanya ayahnya
sambil mengemudi.
“Certainly yes! But the cold made
me shivering so that I almost die because of that. And a bowl of instant
porridge is my problem solving to survive.” Rafa lupa menjual iba.
Tanpa bertanya lebih dalam, tanpa
menaruh sedikit perhatian, ayahnya sudah hafal betul bahwa cerita itu adalah
rekayasa. Hanya dramatisasi dibalik kejujuran bahwa ia tak berpuasa.
***
“Mooooommmm! Rafa is coming, Rafa
is coming!” teriak bocah itu dari balik tirai jendela ruang tengah. Ia berlari
ke dapur dan menggandeng tangan ibunya untuk menyambut kedatangan mereka di
pintu depan.
Begitu menginjakkan kaki di bibir
pintu, Rafa langsung meletakkan tas ranselnya dan menggendong bocah lelaki itu,
Amran, adiknya. Meski usia terpaut jauh, mereka sangat terlihat bersahabat.
Mrs. Robson mencium pipi anaknya, kemudian mengajak Rafa dan suaminya ke dapur
untuk menikmati buka puasa bersama yang sedikit tertunda.
Setelah berkumpul duduk
melingkari meja makan, suasana cepat menghangat. Dengan segala cerita yang
disuguhkan Rafa untuk keluarga, dan celotehan Amran yang ekspresif. Bocah itu
juga tak lupa untuk pamer bahwa ia berhasil puasa seharian, meski puasanya itu
hanya musiman. Ya, Amran hanya berpuasa saat musim dingin. Karena waktu
berpuasa lebih singkat, yakni sepuluh jam.Berbeda dengan saat musim panas, waktu puasa mencapai enambelas jam.
“Rafa, you have to try all of the
foods here!” tawaran Amran penuh antusias. “Ini yang paling utama yang
harus kaucicipi,” Amran mendorongkan sepotong burger ke hadapan Rafa.
Dengan cepat jemarinya meraih
piring tersebut. Saat mengunyah satu gigitan yang pertama, ia merasa aneh. Tak seperti
biasa.
Melihat ekspresi kakaknya, Amran langsung menyeletuk, “daging unta! Enak kan?”
***
Sydney Road adalah kawasan hunian
yang mayoritas beragama Islam. Sangat mudah untuk menjumpai restoran halal di
kawasan ini. Apalagi bulan puasa, semua berlomba-lomba menjajakan dagangannya.
Namun tak ada yang bisa mengalahkan keistimewaan di Lakemba, daerah pedesaan yang
merupakan jantung umat Islam di barat daya Sydney, Australia. Di sana ada
festival jajanan Ramadhan yang diadakan rutin selama sepuluh tahun terakhir ini;
Haldon Street Festival.
“Jangan lupa penuhi janjimu untuk
menunjukkanku stan penjual burger daging unta yang paling lezat di tempat ini,”
ucap Rafa sambil menunduk pada bocah yang digandengnya itu.
Tak lama kemudian...
“Helo, Amran..” di sela-sela
kesibukannya, gadis itu masih sempat menyapa. “Where’s your daddy?” tanyanya setelah
ia celingukan tak mendapati ayahnya yang biasa mengantar bocah itu.
“I’m not with him, but....” Amran
mendangak, mengajak gadis itu untuk melihat Rafa yang berdiri satu langkah di
belakangnya. “He is my brother, Rafa.”
Reflek lelaki itu mengulurkan
tangannya kepada gadis itu sebagai salam perkenalan. Namun ditolak.
“My name is Yasmin.
***
Hari keempat setelah perkenalan
itu, Rafa berhasil mengelabui Amran, dan ia pergi sendiri membeli burger di
tempat Yasmin. Tapi ia belum mujur, berpura-pura mengantre hingga satu jam, gadis
itu tak kunjung terlihat.
“Oh, itu anak saya. Tapi untuk
tiga hari ke depan dia tidak bisa membantu Ibu berjualan di sini. Dia bersama
organisasi kampusnya sedang melakukan kunjungan ke Masjid Canberra.” Meski
sedang asyik menata susunan burger pesanan Rafa, ibu itu menjelaskan dengan
ramah dan jelas. “Kamu temannya Yasmin?” lanjutnya. Kali ini tatapannya tertuju ke Rafa.
Lelaki yang menjadi lawan
bicaranya itu tampak gerogi. Namun untung saja Amran dan orangtuanya segera
datang.
“Wow, jadi kamu anaknya Pak
Robson yang kuliah di Melbourne?” ekspresi terkejut itu muncul bagaikan ice breaker yang bisa membuat suasana
canggung meleleh begitu saja. “Orangtuamu langganan burger di sini, dan adekmu
sangat suka burger buatan Yasmin,” tambahnya.
Mereka semua tertawa gembira,
kecuali Rafa. Sesuatu sedang menghiruk di pikirannya.
***
Setelah tiga hari Rafa tak pergi,
ia mengajak Amran ngabuburit ke Haldon
Street lebih gasik. Ia berkiprah dengan sepeda motornya agar lebih cepat
sampai, dan memiliki waktu lebih lama untuk ngobrol dengan anak pemilik stan
burger unta itu.
Sore itu Lakemba diguyur hujan.
Haldon Street sedikit lebih lengang daripada hari-hari biasanya. Sepi pengunjung.
“Jadi, bagaimana puasamu sejauh
ini? Lancar?” tanya Yasmin.
“ Ah! Kak Rafa masih kalah sama
aku. Aku bisa puasa full di musim dingin, kalau Rafa masih males-malesan. Hanya
karena kedinginan saja dia membatalkan puasanya dengan bubur instan. Hahaha,”
sahut Amran cepat.
“Puasa musiman aja sombong! Mending
juga aku, rutin tapi nggak teratur. Haha.” Rafa tak sadar bahwa obrolan mereka
barusan bisa merubah cara pandang Yasmin terhadapnya.
Alis Yasmin hampir bertaut. Mengkerut.
“Di usiamu yang sudah dewasa ini, kamu
belum bisa puasa penuh, Rafa??” tanya Yasmin heran.
Keadaan berubah tiba-tiba. Ekspresi
kecewa tampak di wajah Yasmin yang mulai kalut.
Gadis muslimah itu sudah
menantikan kedatangan sosok lelaki yang selalu diceritakan Mr. Robson. Ia
belajar mengakrabkan diri dengan Amran untuk mempersiapkan momen ini tiba. Tapi
ternyata keindahan yang ada di pikirannya cepat sirna. Bulir-bulir cinta yang
tumbuh saat pertama Amran menunjukkan Rafa di hadapannya itu tak lagi indah. Rafa, mengapa tak beragama dengan baik? Bahkan dengan bangganya ia mengaku kalau puasa yang dijalankannya tak teratur. Bagaimana bisa
lelaki seperti ini menjadi imam yang baik untuknya kelak, jika menjalankan
kewajibannya saja tak sempurna.
Hal tersebut diketahui oleh Rafa
setelah ia berusaha mencari akun facebook-nya. Bermodalkan nama lengkap yang ia
ketahui, Yasmin Shalimar, Rafa membuka satu persatu foto profil dari sekian
banyak akun yang bernama sama. Ia mengirim pesan pribadi kepada Yasmin yang
berisi permintaan maaf telah mengecewakan dan menghancurkan perasaannya.
Sudah berhari-hari mereka tak
bertemu. Bahkan Rafa lebih memilih untuk tinggal di rumah saat keluarganya
ngabuburit dan membeli makanan kesukaan mereka. Ia merasa percuma untuk menemui
gadis yang sedang patah hati. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan masalahnya
lewat pesan pribadi di facebook.
Burger daging unta yang dulu
terasa lezat dan selalu menggairahkan untuk disantap, kini terasa pias. Hambar.
Seperti ada bumbu yang kurang dalam penyajiannya. Padahal, tak ada yang salah dalam
cara memasaknya. Namun hatilah yang bermasalah. Hati yang kalut membuat makanan
terlezat menjadi tak lezat. Rafa selalu meletakkan burger setelah gigitan pertama,
mendorong ke tengah meja, dan meninggalkannya masuk kamar. Makanan terlezat
yang pernah ia makan itu selalu berhenti di tenggorokan. Tak nyaman.
Rafa selalu berpikir bagaimana
caranya mengubur keterpurukan, dan bagaimana caranya mengembalikan kelezatan burger unta seperti pertama saat ia tiba di Lakemba.
Suatu malam seusai shalat
tarawih, Rafa menyusuri Haldon Street sendirian. Kali ini ia tak kalut karena
kedatangannya sudah disetujui oleh Yasmin. Setiba di tempat, sepi. Sudah tutup. Lalu Rafa menanyakan alamat
rumah kepada bapak-bapak penjual kebab yang masih menjajakan makanannya.
Ternyata rumahnya tak jauh dari
tempat Yasmin berjualan.
Mereka berbincang di ruang tamu,
namun kali ini Rafa lebih menjaga perkataannya agar tak mengecewakan Yasmin
untuk kedua kalinya.
“Tunggu sebentar ya,” pamit
Yasmin masuk ke ruang tengah. Tak lama kemudian, ia kembali, tangannya membawa
nampan.
“Satu burger daging unta untuk
Rafa.”
“Nggak. Aku nggak mau makan ini,”
tukasnya tanpa berpikir panjang. Namun sebelum Yasmin bertanya terheran-heran,
ia langsung membuka mulut. “Semenjak hari itu, burger yang aku makan tak lagi
lezat, sekarang aku takut bahwa burger yang ada di hadapanku ini adalah burger
yang jauh lebih buruk. Kenapa? Karena aku takut kekecewaanmu kala itu akan
menutup hatimu buat aku. Jadi, aku pengen kamu....”
“Jangan salah!” Yasmin segera
memotong pembicaraan Rafa. “Aku mempersilakan kamu makan ini dengan satu
syarat; kamu mau berpuasa. Kamu sudah dewasa, berubahlah menjadi orang yang
lebih baik, jadilah seorang muslim dewasa yang diidamkan seorang muslimah.”
Tanpa berpikir panjang, Rafa
mengangguk mantap.
Tantangan menulis #ekspresipuasa
@KampusFiksi
@KampusFiksi
hoaaa I hope It can be longer more than this! truly nice :D
BalasHapusahaha thankyou so much! actually i have longer than this one, but i have to posting with limited characters so that I cut my story as you seen here.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus