Rabu, 11 Januari 2017

Aku, Kamu, dan Sabtu

Aku lelah berkeluh kesah. Mengeluhkan seseorang yang mungkin tak menjadikanku sebagai tempatnya meluangkan waktu. Sungguh hanya orang baru dan aku sadari itu.
“Kadang aku masih suka lupa kalau aku sudah punya kamu,” pengakuanmu sore itu.
Aku tak heran, kita masih dalam tahap beradaptasi. Bahkan memang seharusnya butuh waktu lebih. Terlalu cepat dan memang kuakui itu.
Ada yang tau rasanya? Mengutamakan seseorang yang sepertinya tak mengutamakan kita. Ketika berharap namun pengabaian yang kita dapat.
Mungkin Sakura tau, saat sayatan tipis mendarat di kulit batangnya.

Aku masih ingat Sabtu itu. Pertemuan pertama, kamu menjemputku.
Bahkan hari-hari sebelum itu, masih terekam baik di otakku. Saat di mana kita saling bertukar pesan. Saling membalas. Menjaga obrolan agar tetap menyenangkan. Dengan ritme yang takperlu menunggu lama.
Lebih dari sekedar ingat, aku merindukannya.

Semenjak Sabtu itu, hari-hariku menyenangkan. Pertama jumpa kita lalui seharian. Sedari terang hingga petang, semuanya berjalan terasa cepat. Kupikir ini awal yang baik untuk saling mengenal.
“Sejak kita pertama ketemu itu aku sebenernya pengen ngajak kamu video call, tapi aku malu” katamu beberapa hari yang lalu.
Padahal, memang semenjak itu kita seringkali bercengkrama lewat telepon. Dengan atau tanpa video. Ya, semenjak itu dan juga kala itu. Dengan artian, kini sudah tidak lagi.

Setiap pagi sebelum kamu berangkat kerja, dan seringkali malam kausisakan waktu untuk terjaga.
Bahkan aku ingat, aku berjuang keras membangunkanmu pagi itu. Semua media kugunakan, kulakukan berulang. Aku tak ingin kamu bangun terlambat.
Sampai suatu ketika, kulakukan itu di siang hari. Kamu tak suka. Posesif, katamu. Satu kata deskripsi diri yang takpernah kuterima sebelumnya. Seperti apa yang kubilang tadi, kita masih dalam tahap beradaptasi.

Sejak siang itu kami mengambil jalan tengah. Kami berdua mengalah. Dia yang belajar untuk mengabariku, dan aku yang belajar untuk tak kerap kali menghubunginya.
Baiklah.
Empat hari aku aku mencoba. Aku tahu kamu sadar, frekuensi tap notifmu berkurang.
Dulu aku percaya, salah satu cara mendapat perhatian adalah dengan cara tak memperhatikan. Tapi ternyata, hal ini takbisa kubuktikan.
Aku masih tetap, menahan dan mengharapkan kerinduan.

Mulai terpikir, jika kamu terlalu lama beradaptasi, mungkin aku akan lebih dulu berhasil; terbiasa tanpa kehadiranmu. Dan aku takut itu menjadi awal yang kurang baik.
Sabtu kemarin aku bertanya, apa yang kamu rasakan dengan ada dan tidak adanya aku? Diam sejenak, kamu berpikir. “Sama aja,” katamu. Ditambah dengan dua tiga kalimat pendukung lainnya, aku sudah menebak. Dari sikapmu pun aku tak berharap banyak.

Aku tak berharap banyak............

Seandainya pertanyaan itu berlaku untuk diriku, aku akan menjawab; dengan adanya kamu aku bahagia, dengan tidak adanya kamu aku merindu.


Salam,
Gadis yang telah lama tak membuka hati
***
If you don't mind to visit my previous story: http://bit.ly/2iLN1Ev

2 komentar:

Sederhana, tidak sempurna, kesalahan pasti ada. Bagaimana menurutmu?