“Cewek
bodoh! Mau sampe kapan kamu nungguin dia? Move
on dooonggg, move on!”
Sudah kebal aku mendengar celotehan macam itu, dari berbagai orang yang berbeda. Namun tak kunjung bosan aku untuk di sini. Tetap menanti. Berlandaskan janjimu untuk kembali.
Sudah kebal aku mendengar celotehan macam itu, dari berbagai orang yang berbeda. Namun tak kunjung bosan aku untuk di sini. Tetap menanti. Berlandaskan janjimu untuk kembali.
Hampir setiap Sabtu sore aku duduk
di meja kafe ini, sendiri. Berteman sepi. Mengingat indah kenangan yang kau
ukir dalam benakku. Aku tidak peduli dengan banyaknya anak muda yang
berpasang-pasang mengisi tiap meja kafe yang disuguhkan untuk pengunjung.
Hanyut dalam obrolan cinta dengan hangatnya senyum dan tatap muka, mengukir cerita.
Aku tidak peduli! Karena pernah kualami, bersamamu, di tempat ini.
Yaaa...kira-kira sekitar tiga tahun yang lalu.
Tepat pada 17 Desember ini, tiga
tahun yang lalu, kita berjumpa untuk yang keterakhir kali. Sebelum keesokan
harinya kau harus terbang demi melanjutkan studimu di suatu tempat yang kusebut itu negara bebas tak beragama. Beda benua.
“Aku nggak mau lihat kamu nangis
saat aku pergi. Tetap ingin kuingat senyummu di tempat baruku nanti,” katamu
menenangkan. Genggaman tanganmu hangat. Tapi hambar. Hembus nafasku berbisik bahwa ini perpisahan.
Kita berdua duduk menatap hujan. Di
meja langganan setiap kali ke sini, tepi jendela. Sama seperti saat ini yang
sedang kulakukan. Sembari menyeduh cokelat panas, lamunanku berkeliaran
seraya kendaraan berlalu-lalang di luar sana. Aku memikirkanmu.
Aku berusaha untuk tidak
mengkhawatirkanmu. Cukup tenang. Tiada wanita yang aku lihat menjadi teman dekatmu di jejaring sosial. Artinya itu tak ada yang menggoda mata dan nafsumu
meski mayoritas wanita disana sangat jauh lebih seksi daripada aku yang
berjilbab di sini.
Hujan di bulan Desember selalu menghadirkan
bayangmu dalam pikiran. Menjadi musim misteri yang terhantui janji manismu.
Kapan, kapan kamu akan menemuiku lagi? Melanjutkan kisah roman kita yang telah
tiga tahun terhenti, terpisah jarak dan waktu.
Pernah kuterima e-mailmu, namun tak ada balasan berlanjut setelah aku balas
kemudian. Selama satu tahun terakhir ini, kamu juga jarang update status di facebook. Sampai
akhirnya, kemarin sore, tiba-tiba begitu banyak pembaruan di akunmu. Foto-foto,
status, dan pesan dindingmu bersama kawan-kawan di sana.
Mengejutkan. Foto-foto mesra,
bersama teman-temanmu. Aaahh...aku tak habis pikir! Apa kini kau menyukai
sesama jenis? Semua kemungkinan terburuk bisa saja terjadi, apalagi untuk kamu
yang tak cukup kuat iman untuk mengikuti pergaulan bebas di negeri orang.
Hujan di bulan Desember kali ini
sedikit melunturkan harapku akan datangmu. Pikiran berkecamuk. Semakin kalut. Kenapa kau jadi
seperti ini? Adakah kemungkinan untuk kita bersama lagi, merajut kisah kasih
dengan cinta yang wajar?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sederhana, tidak sempurna, kesalahan pasti ada. Bagaimana menurutmu?