Januari 2019 adalah awal adaptasiku dengan hidup baru; mengawali hari-hari sebagai seorang pekerja ibukota yang tinggal jauh dari keluarga. Aku tak punya siapa-siapa di sini, kecuali beberapa teman kuliah yang dibilang dekat pun nggak terlalu. Hingga pada saat tiba hari ulang tahunku yang ke-23, aku menyadari sesuatu; mungkin kali ini aku ditakdirkan untuk sendiri; mengapresiasi diri.
Aku merayakan dengan renungan. Dengan secarik kertas untuk menulis apa saja yang telah kudapat selama hidup. Lebih tepatnya tentang sebuah pendewasaan yang terlatih dari beberapa hal berat yang pernah kualami. Aku tak saja fokus dengan masalah, namun juga kureview seluruh anugerah dari Tuhan yang telah dititipkan kepadaku selama ini dengan tanpa kusadari.
Disaat aku masih berada dalam proses pengenalanku terhadap lingkungan kerja, aku tak mendapat ucapan ulang tahun yang tulus disampaikan kecuali hanya sebatas formalitas. Baiklah, aku mengerti. Aku memang bukan siapa-siapa untuk mereka. Namun ada sebait masa lalu yang masih mengiringi penambahan umurku di kota asing ini. Rasanya keberuntungan masih sedikit memihakku sebagai anak rantau pemula.
Dia yang sudah mengambil keputusan bulan lalu, dia yang memang kujalani dengan ragu. Akhirnya tidak ada lagi kita sejak saat itu; satu bulan sebelum ulang tahunku. Aku tidak menyesal karena aku sudah melepas dengan ikhlas. Fokus memulai hidup baru untuk bersiap bekal masa depanku, entah dengan siapa nanti.
Dia menghampiriku di kota ini. Sudah kuberi aba-aba bahwa tidak akan ada lagi kita setelah pertemuan kami berdua. Dia pun sepakat. Tetap menghampiri tanpa mengurungkan niat. Hambar. Semua terasa pias. Aku berjalan tanpa ada lagi perasaan. Lontaran canda dan tawa palsu menjadi teman sepanjang perjalanan itu. Aku memang sudah tidak akan bisa menjadi seseorang yang menyandingnya. Mungkin, memang lebih baik untuk sendiri. Terima kasih, atas kedatanganmu untuk menjadi satu-satunya orang yang merayakan penambahan umurku. Terima kasih untuk satu-satunya kue dan lilin yang kutiup tahun lalu.
***
Ditulis tepat satu tahun setelah kejadian,
Jakarta, 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sederhana, tidak sempurna, kesalahan pasti ada. Bagaimana menurutmu?