Oleh:
Fatwa Tentawa, S.Psi MSi
“Putus pasti ada sebabnya. Mungkin terjadi
kekerasan, kata yang saling menyinggung, mengekang atau konflik lainnya. Pisah
pasti karena ada yang tidak cocok di dalam sebuah hubungan,” terang Pak Fatwa,
dosen psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Dari ketidakcocokan
tersebut, bisa terjadi salah satu pihak tidak terima sehingga mengakibatkan
permusuhan. “Jika ‘si tersakiti’ ini terus mengingat pengalaman buruknya
tersebut, maka akan muncul trauma lalu ia memilih menjauh,” jelas Pak Fatwa
mengenai permusuhan remaja pasca putus pacaran.
“Pacaran itu normal bagi remaja, karena remaja
adalah usia perkembangan dimana remaja ingin mengenal dan melakukan pendekatan
dengan lawan jenis,” itu adalah pendapat dari Fatwa Tentawa, dosen sekaligus
psikolog remaja. Menurutnya, remaja sangat mudah melakukan upaya untuk menarik
perhatian lawan jenisnya. Bagaimana caranya? “Ya dengan berbagai macam cara
sampai dapat membuat ‘inceran’ menjadi pacarnya,” tambahnya.
Di
dalam sebuah hubungan kedua belah pihak harus saling merasa dihargai. Seperti
simbiosis mutualisme, menurut Pak Fatwa. “Yang menguntungkan itu harus saling
mengerti dan pandai mengatur emosi. Dengan begitu, hubungan akan berjalan baik
dan bisa langgeng.”
Namun,
alangkah lebih baik jika kedua pihak sama-sama mengambil sisi positif dari
perpisahan tersebut. “Syukuri saja jika memang putus adalah jalan terbaik
daripada terus dilanjutkan tetapi sama-sama tersakiti” ujarnya. Ada beberapa
solusi untuk menjaga silaturahmi dengan mantan dari pak Fatwa. “Ya sebaiknya
pandai manajemen emosi, dengan cara berpikir positif kalau memang perpisahan
jalan terbaik, optimis bahwa nanti akan mendapat pengganti yang lebih baik.”
( Cecelia
Dwi/ Eugenia Tyaswening )
tugas untuk kolom pakar rubrik Kaca Kedaulatan Rakyat edisi 5